Miracle in Cell No. 7 (2013) bisa dianggap film yang bikin saya nyesek tanpa tedeng aling-aling, dan hampir nggak kuat untuk menontonnya dua kali. Sialan pokoknya. Padahal dulu waktu pertama menonotnnya saya belum menjadi ayah, namun entah mengapa benar-benar terlarut dalam petaka yang dialami Lee Yong Goo, yang harus berpisah dengan anaknya Ye Sung karena dituduh melakukan kejahatan yang tak dilakukannya.
ya, ia dipenjara dan tidak bebas hingga akhir cerita dan hayat!
Kadar nyeseknya Miracle in Cell No. 7, saya pikir lebih parah dibanding saat saya menonton In The Name of Father (1993). Dibintangi Daniel Day-Lewis, film ini berkisah tentang perjuangan seorang ayah untuk membaskan anaknya yang salah tangkap, dituduh teroris IRA, dan dijatuhi hukuman seumur hidup.
Apalagi kini saya sudah menjadi ayah, dan kemungkinan besar saya nggak bakal mau lagi nonton kedua film itu, cupu ya? Haha
Kembali ke Miracle in Cell No. 7. Kelebihan film Korea, terutama yang bertema keluarga, adalah adanya komedi segar dan ceria yang menyisip layaknya sebuah oase di tengah kegetiran. Hal yang jarang sekali ditemukan dalam drama-tragedi keluarga Hollywood semacam I am Sam (2001), the Pursuit of Happiness (2006), Room (2015), ataupun Wonder (2017), untuk menyebut beberapa judul. Meski sebenarnya itu, komedi menuju tragedi, bukan solusi yang baik juga. Karena siap-siap saja Anda menghadapi turbulensi: Dari ketawa-ketiwi tiba-tiba-tiba harus menanggung nyeri. Ngeri.
Karena itu, saat ada berita tentang remake Miracle in Cell No. 7, saya tidak begitu antusias. Bukannya tidak percaya sama kemampuan Hanung Bramantyo sebagai sutradara yang bisa bikin nangis tersedu-sedu penontonnya atau (karena) jarang adanya film mainstream Indonesia yang bisa bikin nyesek, bukan!
Tidak lain, karena saya belum bisa move on sama Park Shin-Hye yang memerankan Ye Sung dewasa. Bhaaa. Ah ia dengan gigih dan elegan dengan kejelitaan khas negeri Ginseng, di akhir cerita mencoba membersihkan nama ayahnya dari segala tuduhan. Berhasil atau nggak? Mending tonton sendiri deh, sebelum nonton versi Indonesianya. Dijamin, walau Anda adalah seorang preman yang paling ditakuti di kampung, Anda nggak bakal bisa menahan jatuhnya air mata, aihhhh.
Namun, apa pun itu, semoga film adaptasi Miracle in Cell No. 7 ini sukses. Semoga pula saya saya tergerak untuk menontonnya, di bioskop, bukan lagi minta file download ke teman saat dulu nonton Miracle in Cell No. 7. Ayo, dukung sineas Indonesia berkarya.
Posting Komentar