Top Menu

Social Media (Facebook), Masih kah Relevan?!


Sumber gambar: www.businessinsider.in

Kemapanan dunia digital menimbulkan social impact yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Meski tanda-tandanya sudah mulai terlihat awal tahun 2000-an ketika wacana globalisasi sedang hangat diperbincangkan.

Samuel P. Huntington, seorang pakar sosiologi dan politik dari Universitas Harvard menyatakan, “ …. globalisasi yang ditopang salah satunya oleh internet, akan membuat dunia ini menjadi semacam “global village,” setap orang terhubung satu sama lain, melintasi batas-batas negara, budaya, dan benua”. Dalam bahasanya, nanti di masa depan akan terbentuk apa yang disebut dengan networked society.

Digital media marketing sudah menjadi industri tersendiri, terlebih makin bervariasinya Digital Agency yang ada, tidak terkecuali digital agency di Jakarta.

Ramalan penulis buku monumental Clash of Civilizations and Remaking of World Order ini terbukti benar. Saat ini, tepat 16 tahun setelah pernyataannya tersebut, sudah tak ada lagi kendala geografis yang bisa menghambat manusia berkomunikasi dan bertukar informasi. Dari ujung utara dunia di Greenland sana, sampai pulau-pulau terjauh di Samudera Pasifik, semua bisa terhubung dalam hitungan menit, dan ini dipercepat oleh sebuah fenomena yang disebut social media.

Kasus Facebook   
Dalam Social Media Week Jakarta edisi pertama yang dihelat pada 23-27 Februari 2015, Mark Sutton, seorang pakar digital dan Vice President of Social Komli menyatakan bahwa Facebook tetap masih terdepan.

Ia menyatakan, “…. meski kemapanan Facebook sudah ”diganggu” social media lain seperti Twitter, Instagram dan Path, tapi dari sisi masifnya interaksi antar netizen, Facebook masih berada di posisi terdepan karena fitur Facebook yang lebih lengkap dengan daya jangkau (share) yang lebih luas.”

Kenyataannya, harus diakui jika kecepatan share Facebook memang kalah dibandingkan Twitter yang perdetiknya bisa menghasilkan berjuta-juta informasi berupa kicauan (twit), update informasi berita dan peristiwa sampai promosi. Akan tetapi, dengan tampilan lebih real bahkan detail, mulai dari menu status, groups, message, embed video, feeds, hingga photo, membuat Facebook tetap menjadi social media terdepan terkait kelengkapan fitur-fiturnya.

Terpelas dari semua itu, data-data statistik pun membuktikan  bahwa Facebook masih menjadi social media yang paling banyak digunakan dengan pengguna yang selalu meningkat. BBC Online melansir bahwa pada kuartal ketiga tahun 2015, pengguna Facebook mencapai 1,55 miliar pengguna di seluruh dunia dengan interaksi aktif 60 juta pengguna perbulan. Berarti jumlah ini meningkat dibandingkan kuartal pertama yang berjumlah 1,39 miliar dan kuartal kedua yang mencapai 1,44 miliar pengguna.
Setali tiga uang, pendapatan Facebook juga mengalami peningkatan cukup signifikan. Pada periode Juli-September 2015, penerimaan bersih Facebook naik 11% menjadi US$891 juta, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya (2014), Facebook hanya mencatat penerimaan US$806 juta. Disinyalir bahwa kenaikan pendapatan ini sebagian besar berasal dari iklan dengan penerimaan kotor US$4,3 miliar.

Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak Facebook, tapi banyak pakar digital menganggap bahwa terdongkraknya pendapatan itu banyak dipengaruhi kebijakan Facebook untuk memperbanyak konten video dengan inovasi floating video. Sebuah inovasi yang membuat setiap user bisa menyaksikan video yang ingin ditonton tanpa mengganggu proses browsing di halaman utama Facebook. Jadi, saat kita memutar video, halaman Facebook tetap bisa diakses seperti biasa.

Di Indonesia sendiri, menurut Anand Tilak (Head of Facebook Indonesia), hingga kuartal pertama tahun 2015, pengguna Facebook telah mencapai 72 juta. Ini berarti telah terjadi peningkatan lebih dari 10% dari tahun 2014 yang berjumlah 65 juta pengguna (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Impak Sosial-Ekonomi
Dulu mungkin tak pernah terpikirkan akan banyak orang bisa bercakap-cakap lewat page, berbagi foto, video dan informasi kemudian mengungkapkan keluh kesah lewat status dan komentar. Berjam-berjam di depan desktop atau sambil berguling di atas kasur dengan berbagai ekspresi sembari memainkan jari-jemari di atas touch screen ataupun keyboard qwerty.

Sekarang, lihat saja! Di dalam angkutan umum, di halte-halte, trotoar ataupun forum-forum diskusi, orang-orang banyak senyum-senyum sendiri dengan tatapan fokus terhadap layar smartphone. Yang ironisnya seakan tidak peduli dengan orang sekelilingnya.


Salah satu impact media sosial, komunikasi tatap muka dan verbal
 digantikan oleh chatting di dunia maya
sumber gambar: koleksi pribadi

Ini merupakan salah satu efek penggunaan social media, termasuk Facebook terhadap personal behaviour  yang menyangkut interaksi manusia dengan manusia lain. Efek ini cenderung negatif karena banyak pengguna Facebook dalam kategori “addicted” menjadi lebih asik berinteraksi melalui chat dibanding berinteraksi secara langsung. Sehingga menyebabkan social media addict, mereka jadi penyendiri dan merasa lebih nyaman berteman melalui social media beserta perangkat (device) pendukungnya. 

Akan tetapi, di luar efek negatifnya, Facebook juga memberikan hal positif jika kita bisa memanfaatkannya secara benar. Contoh paling umum adalah sebagai media silaturahmi dan memperluas koneksi. Sebagai contoh, sebelum adanya Facebook, siapapun pasti tak pernah berpikir bisa kembali berkomunikasi dan bertemu dengan sahabat atau kerabat yang telah berpuluh tahun berpisah? Atau memperluas jaringan lintas negara dan benua, baik itu untuk urusan pertemanan, hobi maupun bisnis?

Dari sisi ekonomi pun demikian, sekitar tahun 1990-an kita tentu akan mengerutkan dahi jika ditanya mengenai profesi social media specialist, digital copywriter, marketing online, social media admin, penjual lapak online [via facebook], buzzer hingga influencer.  Namun, di era ini, itulah profesi-profesi yang tumbuh seiring berkembang pesatnya social media, termasuk Facebook itu sendiri.


"Social media specialist", salah satu profesi yang tumbuh 
akibat pesatnya perkembangan media sosial
Sumber gambar: i0.wp.com


****
Akhirnya, ramalan Samuel P. Huntington mengenai tumbuhnya networked society menjadi kenyataan. Mungkin, networked society itu yang sekarang disebut netizen, sebuah dunia atau masyarakat yang terkoneksi satu sama lain melalui jaringan internet. Facebook dalam hal ini adalah salah satu wadah bagi para netizen tersebut untuk berinteraksi, berbagi referensi, menambah koneksi bahkan mencari rezeki.

Terkait pertanyaan, apakah Facebook masih relevan atau tidak? Jika dilihat dari perspektif bisnis, yaitu Facebook sebagai sebuah konglomerasi, jawabannya masih tetap relevan, berkaca dari peningkatan pengguna dan keuntungan yang didapat. 

Akan tetapi, sebagai salah satu instrumen komunikasi utama kita saat ini, diri kita sendirilah yang lebih tahu dan mampu menjawabnya, Anda semua memiliki akun Facebook juga, ‘kan?  

(Tulisan ini pernah dipublikasikan di www.socialmediaweek.org, oleh penulis yang sama; Iqbal Awal) 




Referensi pendukung

Buku

Samuel P. Huntington, Clash of Civilizations and Remaking of World Order, New York: Touchstone (Simon & Shcuster), 1998. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh M. Sadat Ismail dengan judul Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia, Yogyakarta: Qalam, 2002. 

Artikel internet

Posting Komentar

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates